Minggu, 01 November 2015

PRIA IDOLA JALANAN

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.’ #SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Hoda Motor dan Nulisbuku.com






PRIA IDOLA JALANAN

            “Bi.. Abi…Abi…”
Dengan nafas tersenggal-senggal Alya meneriaki Abi yang sedang berjalan santai menuju kelas. Abi yang mendengar namanya dipanggil, seketika berhenti berjalan lalu menoleh ke arah belakang, melihat sesosok perempuan cantik berambut panjang meneriaki namanya.
“Ada apa, Al?.”  Tanya Abi heran.
“Gw bareng dong pulang sekolah nanti.” Pinta Alya.
“Tapi gw mau ke bengkel dulu, lo mau temenin gw emangnya?.” Jawab Abi.
(Alya diam sejenak)
 “Boleh deh. Kebetulan gw lagi ga buru-buru pulang ke rumah.”
“Ok! Nanti pulang sekolah langsung ke parkiran ya!.” Jawab Abi dengan gayanya yang cool.
“Sippp…”
Alya beranjak pergi meninggalkan Abi dengan muka sumringahnya.
*****
            Lonceng berbunyi, tanda jam pulang sekolah. Alya segera bergegas meninggalkan kelasnya menuju parkiran motor. Dilihatnya kanan kiri namun sosok Abi belum juga muncul.
“Lo nyari siapa, Al?.”
Seketika Abi datang entah dari mana yang langsung mengejutkan Alya.
“Ya, nyari lo lah. Kemana aja sih lo? Lama banget! Dan tiba-tiba lo nongol, ngagetin gw.” Gumam Alya yang berbicara tanpa titik koma.
“Weeeiittsss… Santai.”
Abi terkejut dengan ucapan Alya yang tanpa henti. Ia berusaha menenangkan Alya dengan mengusap rambut indah Alya.
(Dilihatnya jam di tangan kirinya)
 “Perasaan baru 10 menit dari bel sekolah bunyi deh. Jadi belum lama-lama banget kan gw ke parkiran?.”
(Alya terdiam)
“Kok diem?.” Abi terheran. “Nih pakai helmnya.” Abi menyodorkan helmnya.
“Pakai helm?.” Alya terheran.
“Iya pakai. Nih!.” Disodorkan kembali helm kepada Alya.
“Nanti rambut gw rusak.” Tolak Alya.
“Alya denger ya. Lebih baik rambut lo yang rusak daripada lo kenapa-kenapa di jalan.” Terang Abi dengan lembut.
(Alya kembali tediam, kali ini ia memasang muka cemberut)
“Kok cemberut? Sini gw yang pasang helmnya.”
Abi pun memasang helm ke kepala Alya, disingkapnya rambut Alya yang menghalangi kuncian helm.
“Gw ga mau lo kenapa-kenapa. Helm itu bukan hiasan kepala atau cuma sekedar dipakai kalau ada polisi aja, tapi helm itu wajib, yang berguna buat melindungi kepala dari benturan kalau kita terjatuh di jalanan.” Ujar Abi.
Alya hanya membalasnya dengan tersenyum mungil.
“Lo ada jaket kan?” Tanya Abi. “Nih, kebetulan gw ada masker baru dan belum dipakai.”
Alya mengangguk. Kemudian ia mengambil jaket berbahan jeans dari dalam tasnya. Lalu ia mengambil masker yang diberikan Abi.
“Dipakai ya. Biar lengkap. Ada jaket, masker sama helm. Kalau lengkap gini sesuai prosedur berkendara. Selain melindungi diri kita, lo juga masih keliatan cantik kok. Dan paling penting makin cantik karena lo pakai masker, biar terhindar dari debu dan asap di jalan.” Ucap Abi penuh perhatian
“Thanks ya Bi. Gw jadi makin sayang.” Ucap Alya spontan.
“Hah… sayang?.” Abi terheran.
"Eh.. Maksud gw.. Gw… Sa.. Saaa…. Sayang sama diri sendiri dengan tertib prosedur keselamatan gini.” Alya salah tingkah dengan semua perhatian Abi.
Abi hanya tersenyum. Senyum ketulusan. Ya, senyum Abi memang bisa melelehkan semua perempuan yang melihatnya, termasuk Alya.
*****
            Di tengah jalan mereka berhenti, tepat di pertigaan jalan dan lampu merah.
“Majuan Bi. Itu jalan masih kosong.” Pinta Alya dengan suara sayup-sayup dari mulutnya yang tertutup masker dan kaca helm.
Abi hanya menggelengkan kepala.
“Kenapa?.” Alya bertanya sembari membuka kaca helm dan menurunkan sedikit maskernya agar saat ia berbicara terdengar jelas oleh Abi.
Abi pun juga membuka kaca helm dan menurunkan maskernya
“Lo liat, Al? Itu ada garis zebra cross? Itu digunakan buat pejalan kaki yang mau nyebrang jalan. Kita sebagai pengendara harus berhenti di belakang garis sebelah garis zebra cross ini.” Abi menunjukkan tangannya ke arah garis tersebut.
“Itu kenapa banyak motor yang justru berhenti di depan garis zebra cross?.” Tanya Alya heran.
“Mereka sebenarnya mengerti peraturan lalu lintas, hanya saja mereka lebih menyukai budaya tidak tertib yang hampir setiap hari orang di jalan lakukan dan mencontoh yang tidak baik seakan-akan apa yang mereka lakukan menjadi maklum dan benar.” Urai Abi panjang lebar.
“Kalau tidak dimulai dari diri  kita sendiri untuk tertib, maka siapa lagi yang akhirnya peduli pada tata tertib lalu lintas? Tidak disiplin di jalan, jangan dibiasakan karena kita meniru orang lain, kenapa nggak kita aja yang jadi contoh yang baik buat orang lain?.” Lanjut Abi menjelaskan.
Alya mengangguk setuju dengan ucapan Abi
“Eh, lampu hijau tuh. Jalan Bi.” Alya menepuk pundak Abi dari belakang memberitahu Abi untuk segera jalan.
Dari belakang mobil dan motor pun mulai ramai membunyikan klaksonnya.
“Pegangan Al.” Pinta Abi.
Alya melingkarkan tangannya di pinggang Abi memeluk erat Abi dari belakang.
*****
            “Udah sampai, Al.” Ujar Abi.
Abi membuka kaca helmnya dan ditengoknya Alya yang sedang tertidur di pundaknya sembari melingkarkan tangannya di pinggangnya.
“Al, bangun.” Abi berusaha membangunkan Alya dengan menggoyangkan pundaknya.
“Eh, udah sampai ya?.” Tanya Alya sayup-sayup.
Ia lalu melepaskan helmnya dan kemudian ia turun dari motor Abi. Diberikannya helm tersebut pada Abi.
“Al, perjalanan kita dari sekolah ke bengkel ini setengah jam, dan lo bisa tidur diatas motor? Itu bahaya, Al!.” Ujar Abi memberitahu dengan  menggenggam tangan Alya dengan lembut.
“Kenapa? Gw kan meluk lo, Bi.” Balas Alya.
“Iya memang lo meluk gw, tapi saat lo tidur yang dikhawatirkan kurang keseimbangan. Klo lo miring ke kiri atau ke kanan, nggak mungkin dong gw megang lo supaya seimbang?.” Timpal Abi.
(Alya terdiam)
Abi memegang pundak Alya yang berada di hadapannya.
“Al, lo tau kan banyak orang-orang yang membonceng dengan posisi orang yang dibonceng sedang tidur? Atau banyak orang tua yang membonceng anak kecil yang berdiri di atas motor?.” Tanya Abi.
(Alya menggangguk)
“Itu sebenarnya bahaya. Motor itu bukan mobil. Motor itu perlu keseimbangan dan kosentrasi lebih dari mobil. Makanya bahaya motor itu lebih parah dibanding mobil.” Lanjut Abi.
Alya serius memandang ke arah Abi yang sedang berbicara.
“Saat kita naik motor dimulai dari kita memakai perlengkapan berkendara, misalnya sarung tangan, sepatu, masker, helm. Lalu diposisikan motor digunakan hanya untuk 2 orang agar seimbang dan tidak terjadi over kapasitas. Lalu saat kita di jalan, jangan lupa menaati peraturan lalu lintas, misalnya lampu merah dan posisikan berhenti dibelakang garis yang ada, lalu  jangan bermain hp atau bercanda saat di jalan, yang akhirnya mengalihkan kosentrasi saat berkendara. Jangan lupa juga mengechek kondisi motor saat ingin digunakan, menyalakan lampu motor, 2 spion yang terpasang, dan yang paling penting untuk selalu rutin merawat motor ke bengkel resmi motor yang kita gunakan.” Abi menjelaskan dengan panjang lebar.
“Maaf ya, Bi.” Alya meminta maaf karena ia tertidur saat sedang dibonceng oleh Abi.
“Iya nggak apa-apa. Lagian lo kan jarang naik motor. Nah, sekarang lo udah ngerti kan kenapa banyak sekali aturan saat berkendara. Aturan itu dibuat untuk ditaati bukan untuk dilanggar. Lagipula aturan itu dibuat juga untuk keselamatan kita bukan dibuat hanya sebagai hiasan atau wacana semata. Dan paling penting berkendara wajib mempunyai SIM, gw kan udah 18 tahun jadi udah diijinin buat naik motor” Ujar Abi tersenyum.
“Makasih ya bi untuk semua penjelasannya. Gw beneran kagum sama lo. Lo bukan hanya bikers  ganteng tapi lo ini juga selalu menomor satukan keselamatan dan menaati peraturan berkendara.” Alya kemudian memeluk Abi tanpa sungkan.
Abi langsung salah tingkah ketika Alya yang tiba-tiba memeluknya. Lalu ia mengusap rambut indah Alya.
(“Gw sayang sama lo, Al.” Gumam Abi dalam hati.)
(Gw sebenernya bukan cuma kagum tapi gw suka sama lo, Bi.”Ujar Alya dalam hati.)
Kemudian keduanya masuk ke bengkel untuk menservice motor Abi.

*****