PRIA IDOLA JALANAN
“Bi.. Abi…Abi…”
Dengan nafas
tersenggal-senggal Alya meneriaki Abi yang sedang berjalan santai menuju kelas.
Abi yang mendengar namanya dipanggil, seketika berhenti berjalan lalu menoleh ke
arah belakang, melihat sesosok perempuan cantik berambut panjang meneriaki
namanya.
“Ada apa, Al?.” Tanya Abi heran.
“Gw bareng dong pulang
sekolah nanti.” Pinta Alya.
“Tapi gw mau ke bengkel
dulu, lo mau temenin gw emangnya?.” Jawab Abi.
(Alya diam sejenak)
“Boleh deh. Kebetulan gw lagi ga buru-buru
pulang ke rumah.”
“Ok! Nanti pulang
sekolah langsung ke parkiran ya!.” Jawab Abi dengan gayanya yang cool.
“Sippp…”
Alya beranjak pergi
meninggalkan Abi dengan muka sumringahnya.
*****
Lonceng berbunyi, tanda jam pulang sekolah. Alya segera bergegas
meninggalkan kelasnya menuju parkiran motor. Dilihatnya kanan kiri namun sosok
Abi belum juga muncul.
“Lo nyari siapa, Al?.”
Seketika Abi datang
entah dari mana yang langsung mengejutkan Alya.
“Ya, nyari lo lah.
Kemana aja sih lo? Lama banget! Dan tiba-tiba lo nongol, ngagetin gw.” Gumam
Alya yang berbicara tanpa titik koma.
“Weeeiittsss… Santai.”
Abi terkejut dengan
ucapan Alya yang tanpa henti. Ia berusaha menenangkan Alya dengan mengusap
rambut indah Alya.
(Dilihatnya jam di
tangan kirinya)
“Perasaan baru 10 menit dari bel sekolah bunyi
deh. Jadi belum lama-lama banget kan gw ke parkiran?.”
(Alya terdiam)
“Kok diem?.” Abi
terheran. “Nih pakai helmnya.” Abi menyodorkan helmnya.
“Pakai helm?.” Alya
terheran.
“Iya pakai. Nih!.”
Disodorkan kembali helm kepada Alya.
“Nanti rambut gw
rusak.” Tolak Alya.
“Alya denger ya. Lebih
baik rambut lo yang rusak daripada lo kenapa-kenapa di jalan.” Terang Abi
dengan lembut.
(Alya kembali tediam,
kali ini ia memasang muka cemberut)
“Kok cemberut? Sini gw
yang pasang helmnya.”
Abi pun memasang helm
ke kepala Alya, disingkapnya rambut Alya yang menghalangi kuncian helm.
“Gw ga mau lo
kenapa-kenapa. Helm itu bukan hiasan kepala atau cuma sekedar dipakai kalau ada
polisi aja, tapi helm itu wajib, yang berguna buat melindungi kepala dari
benturan kalau kita terjatuh di jalanan.” Ujar Abi.
Alya hanya membalasnya
dengan tersenyum mungil.
“Lo ada jaket kan?”
Tanya Abi. “Nih, kebetulan gw ada masker baru dan belum dipakai.”
Alya mengangguk.
Kemudian ia mengambil jaket berbahan jeans dari dalam tasnya. Lalu ia mengambil
masker yang diberikan Abi.
“Dipakai ya. Biar
lengkap. Ada jaket, masker sama helm. Kalau lengkap gini sesuai prosedur
berkendara. Selain melindungi diri kita, lo juga masih keliatan cantik kok. Dan
paling penting makin cantik karena lo pakai masker, biar terhindar dari debu
dan asap di jalan.” Ucap Abi penuh perhatian
“Thanks ya Bi. Gw jadi
makin sayang.” Ucap Alya spontan.
“Hah… sayang?.” Abi
terheran.
"Eh.. Maksud gw..
Gw… Sa.. Saaa…. Sayang sama diri sendiri dengan tertib prosedur keselamatan
gini.” Alya salah tingkah dengan semua perhatian Abi.
Abi hanya tersenyum.
Senyum ketulusan. Ya, senyum Abi memang bisa melelehkan semua perempuan yang
melihatnya, termasuk Alya.
*****
Di tengah jalan mereka berhenti, tepat di pertigaan jalan
dan lampu merah.
“Majuan Bi. Itu jalan
masih kosong.” Pinta Alya dengan suara sayup-sayup dari mulutnya yang tertutup
masker dan kaca helm.
Abi hanya menggelengkan
kepala.
“Kenapa?.” Alya
bertanya sembari membuka kaca helm dan menurunkan sedikit maskernya agar saat
ia berbicara terdengar jelas oleh Abi.
Abi pun juga membuka
kaca helm dan menurunkan maskernya
“Lo liat, Al? Itu ada
garis zebra cross? Itu digunakan buat pejalan kaki yang mau nyebrang jalan.
Kita sebagai pengendara harus berhenti di belakang garis sebelah garis zebra
cross ini.” Abi menunjukkan tangannya ke arah garis tersebut.
“Itu kenapa banyak
motor yang justru berhenti di depan garis zebra cross?.” Tanya Alya heran.
“Mereka sebenarnya
mengerti peraturan lalu lintas, hanya saja mereka lebih menyukai budaya tidak
tertib yang hampir setiap hari orang di jalan lakukan dan mencontoh yang tidak
baik seakan-akan apa yang mereka lakukan menjadi maklum dan benar.” Urai Abi
panjang lebar.
“Kalau tidak dimulai
dari diri kita sendiri untuk tertib,
maka siapa lagi yang akhirnya peduli pada tata tertib lalu lintas? Tidak
disiplin di jalan, jangan dibiasakan karena kita meniru orang lain, kenapa
nggak kita aja yang jadi contoh yang baik buat orang lain?.” Lanjut Abi
menjelaskan.
Alya mengangguk setuju
dengan ucapan Abi
“Eh, lampu hijau tuh.
Jalan Bi.” Alya menepuk pundak Abi dari belakang memberitahu Abi untuk segera
jalan.
Dari belakang mobil dan
motor pun mulai ramai membunyikan klaksonnya.
“Pegangan Al.” Pinta
Abi.
Alya melingkarkan
tangannya di pinggang Abi memeluk erat Abi dari belakang.
*****
“Udah sampai, Al.” Ujar Abi.
Abi membuka kaca
helmnya dan ditengoknya Alya yang sedang tertidur di pundaknya sembari
melingkarkan tangannya di pinggangnya.
“Al, bangun.” Abi
berusaha membangunkan Alya dengan menggoyangkan pundaknya.
“Eh, udah sampai ya?.”
Tanya Alya sayup-sayup.
Ia lalu melepaskan
helmnya dan kemudian ia turun dari motor Abi. Diberikannya helm tersebut pada
Abi.
“Al, perjalanan kita
dari sekolah ke bengkel ini setengah jam, dan lo bisa tidur diatas motor? Itu bahaya,
Al!.” Ujar Abi memberitahu dengan menggenggam tangan Alya dengan lembut.
“Kenapa? Gw kan meluk
lo, Bi.” Balas Alya.
“Iya memang lo meluk
gw, tapi saat lo tidur yang dikhawatirkan kurang keseimbangan. Klo lo miring ke
kiri atau ke kanan, nggak mungkin dong gw megang lo supaya seimbang?.” Timpal
Abi.
(Alya terdiam)
Abi memegang pundak
Alya yang berada di hadapannya.
“Al, lo tau kan banyak
orang-orang yang membonceng dengan posisi orang yang dibonceng sedang tidur? Atau
banyak orang tua yang membonceng anak kecil yang berdiri di atas motor?.” Tanya
Abi.
(Alya menggangguk)
“Itu sebenarnya bahaya.
Motor itu bukan mobil. Motor itu perlu keseimbangan dan kosentrasi lebih dari
mobil. Makanya bahaya motor itu lebih parah dibanding mobil.” Lanjut Abi.
Alya serius memandang
ke arah Abi yang sedang berbicara.
“Saat kita naik motor
dimulai dari kita memakai perlengkapan berkendara, misalnya sarung tangan,
sepatu, masker, helm. Lalu diposisikan motor digunakan hanya untuk 2 orang agar
seimbang dan tidak terjadi over kapasitas. Lalu saat kita di jalan, jangan lupa
menaati peraturan lalu lintas, misalnya lampu merah dan posisikan berhenti dibelakang
garis yang ada, lalu jangan bermain hp
atau bercanda saat di jalan, yang akhirnya mengalihkan kosentrasi saat
berkendara. Jangan lupa juga mengechek kondisi motor saat ingin digunakan,
menyalakan lampu motor, 2 spion yang terpasang, dan yang paling penting untuk
selalu rutin merawat motor ke bengkel resmi motor yang kita gunakan.” Abi
menjelaskan dengan panjang lebar.
“Maaf ya, Bi.” Alya
meminta maaf karena ia tertidur saat sedang dibonceng oleh Abi.
“Iya nggak apa-apa. Lagian
lo kan jarang naik motor. Nah, sekarang lo udah ngerti kan kenapa banyak sekali
aturan saat berkendara. Aturan itu dibuat untuk ditaati bukan untuk dilanggar. Lagipula
aturan itu dibuat juga untuk keselamatan kita bukan dibuat hanya sebagai hiasan
atau wacana semata. Dan paling penting berkendara wajib mempunyai SIM, gw kan
udah 18 tahun jadi udah diijinin buat naik motor” Ujar Abi tersenyum.
“Makasih ya bi untuk
semua penjelasannya. Gw beneran kagum sama lo. Lo bukan hanya bikers ganteng tapi lo ini juga selalu menomor
satukan keselamatan dan menaati peraturan berkendara.” Alya kemudian memeluk
Abi tanpa sungkan.
Abi langsung salah
tingkah ketika Alya yang tiba-tiba memeluknya. Lalu ia mengusap rambut indah
Alya.
(“Gw sayang sama lo, Al.”
Gumam Abi dalam hati.)
(Gw sebenernya bukan cuma
kagum tapi gw suka sama lo, Bi.”Ujar Alya dalam hati.)
Kemudian keduanya masuk
ke bengkel untuk menservice motor Abi.
*****